Minggu, 25 Maret 2012

Sayap-sayap dua warna. Kembali ke awal.

Goresan keduabelas

(Jalan menuju Neraka)

Minggu, 09 Oktober 2011

Di angkasa yang mulai dipenuhi awan bergemuruh malam itu, dua sosok dengan satu sayap mereka saling bertarung. Keduanya tak henti terbang menuju satu sama lain dengan pukulan-pukulan mereka.
Pada suatu ketika, Zulletri menghempas raga Violin hingga membuat Malaikat bersayap satu itu terpelanting ke bawah dari angkasa dan terjatuh merunduk pada sebuah atap gedung. Melihat hal itu, Zulletri menjulurkan lengan kirinya ke arah Violin hingga saling bermunculan garis-garis pudaran hitam yang terjulur begitu cepat kepada Violin yang saat itu masih merunduk dan menatap lekat garis-garis hitam yang kian dekat dengannya, dan sedetik sebelum puluhan garis hitam itu menghujam Violin. Violin bangkit dengan sebuah hentakan yang mampu membentangkan cahaya semu dan terpancar begitu terang meleburkan garis-garis hitam. Zulletri terkejut oleh hal tersebut, namun dia lebih terkejut saat menatap Violin yang terbang begitu cepat kepadanya.
“Kau siap merasa sakit, Zull?” teriak Violin dan saat itu cahaya menyelubung jemarinya kemudian berubah menjadi cakar-cakar cahaya yang segera dikibaskan kepada Zulletri.
Zulletri beranjak mundur menghindari cakar Violin yang kini ada tepat di hadapannya. Tanpa membuang waktu, Zulletri menghentakkan dirinya hingga membentangkan pudaran hitam ke segala penjuru dan juga menghempas Violin yang saat itu ada di hadapannya. Sesaat Violin terpelanting tak terkendali ke belakang, namun tak lama kemudian dia terbang membusur begitu cepat dan segera tiba jauh di belakang Zulletri yang saat itu berbalik menatapnya. Violin mengibaskan sayapnya kepada Zulletri hingga cahaya terbentang beriring dentuman kerasnya yang dengan telak menerjang Zulletri hingga Iblis itu terlempar ke belakang begitu deras. Violin terbang menuju terhempasnya Zulletri dan dalam sekejap dia tiba di hadapan Zulletri dengan tangannya yang mencengkeram pundak Zulletri.
“Kau begitu mengecewakan untuk ukuran titisan Zheroich, Zull!” olok Violin sambil mengeratkan cengkeramannya hingga cakar-cakar cahayanya menghujam sadis pundak Zulletri. “Kau begitu lemah.” Violin melempar tubuh Zulletri ke atas hingga Iblis itu terpelanting tak terkendali menembus awan.
Zulletri berusaha mengendalikan dirinya yang terus terhempas ke atas dan semakin jauh dengan Violin yang kini tak lagi terlihat karena tertutup awan. Zulletri membentangkan sayapnya hingga dia mampu terhenti, dan dia segera mengerang kesakitan akan pundaknya yang tercabik oleh cakar Violin. Luka itu dicengkeramnya begitu erat mencoba mengusir sakitnya. Namun seketika itu dia dikejutkan dengan munculnya hempasan cahaya dari bawah dan meluncur deras kepadanya. Zulletri segera berpaling menghindari cahaya itu dan menatap ke bawah di mana awan yang tadi menggantung di bawahnya kini telah terhempas menyingkir oleh cahaya itu, dan saat itu dia mampu menatap Violin yang mengibaskan sayapnya hingga bentang cahaya kemilau terhempas ke arahnya.
Zulletri menjulurkan kedua tangannya ke arah cahaya yang melesat deras itu hingga sesaat sebelum bentang cahaya menerjangnya, pudaran hitam menyeruak di hadapan kedua tangannya dan menerjang cahaya itu. Ledakan yang menggelegar seketika terjadi beriring dengan cahaya yang terpancar begitu terang ke penjuru langit malam itu, dan meski Zulletri berhasil luput dari terjangan cahaya, tabrakan pudaran hitam yang dia ciptakan dengan bentang cahaya Violin membuat kedua lengannya mengalami luka bakar yang juga menyayat-nyayat kulitnya.
“Sial,” umpat Zulletri yang saat itu tergantung lemah di antara cahaya yang kian menipis. Dari luka di kedua tangannya mulai mengalirkan darah.
“Kau sudah kesakitan?” teriak Violin saat bentang cahaya benar-benar hilang, dan Violin terbang menuju Zulletri dengan kibasan-kibasan sayapnya ke arah Zulletri. Ribuan bentang cahaya tercipta dari setiap kibasan sayap Violin dan saling terpancar bertubi kepada Zulletri yang saat itu mencoba menghindari setiap pancaran cahaya yang terhempas kepadanya.
Violin terus bergerak mendekati Zulletri dengan kibasan-kibasan sayapnya hingga jutaan cahaya terbentang dan meluncur deras kepada Zulletri yang saat itu dengan cermat menghindari setiap bentang cahaya Violin. Dalam sekejap tubuh Violin berada tepat di hadapan Zulletri, dan dengan segera dia menghujamkan tendangan keras yang saat itu ditahan dengan tendangan keras Zulletri.
“Apa kalian para Malaikat selalu saja sombong seperti ini?” bentak Zulletri keras sambil menghempas Violin dengan kakinya.
Violin kembali terpelanting ke bawah dengan sangat tak terkendali, sementara Zulletri mulai terbang lebih tinggi sebelum dia berteriak begitu keras sambil menjulurkan kedua tangannya ke arah Violin. Sejurus kemudian diagram iblis yang lebar tercipta di hadapan tangan Zulletri hingga saling terjulur benang-benang cahaya merah yang meluncur ke arah Violin. Kemudian benang-benang cahaya itu serta merta berubah menjadi kobaran-kobaran api yang saling bersatu dan menyembur ke arah Violin.
“Lumayan.”
Violin membentangkan sayapnya dan terbang menyambut api dengan sebuah juluran tangannya yang saat itu mampu menciptakan celah kosong di antara semburan api yang saling berkobar di sekitarnya. Secara perlahan Violin beranjak ke atas menembus semburan api dengan tangannya yang terjulur membelah api. Di sekitarnya api saling menjilat-jilat dan terhempas ke segala arah. Panas yang dihasilkan api itu setidaknya telah sedikit membakar raga Violin hingga bulir-bulir keringat bercucuran di sekujur tubuh Violin. Namun Violin terus mengibaskan sayapnya guna tetap melaju menembus api dari Zulletri di atas sana.
“Kurang ajar!” umpat Zulletri saat menyadari adanya tekanan dari Violin yang kian mendekat, dan saat itulah Zulletri mengangkat tangan kirinya ke atas sementara tangan kanannya tetap menjaga keutuhan diagram Iblisnya. Seketika kekuatan Zulletri terbagi saat secara samar muncul diagram Iblis lain di atas tangan kirinya yang terjulur. Dan dengan sekali sentakan, Zulletri menjunjung tangan kanannya hingga diagram Iblis di atasnya kian terang sementara diagram Iblis yang mengobarkan api kepada Violin lenyap. Zulleti berteriak keras dan terbang lebih tinggi ke atas. Sejurus kemudian api menyeruak dari diagram Iblis di atas Zulletri dan saling bergulung menjadi sebuah bola api yang sangat membara. Dalam sedetik selanjutnya Zulletri kembali berteriak hingga gumpalan api di atasnya menyembur kian besar dan kian terang hingga bola apinya kian besar berkali lipat.
Violin dengan sekali hentakan mampu menghempas semburan api yang sedari tadi menerjangnya, namun saat itu dia segera terperangah melihat sosok Zulletri nan jauh di atasnya dengan sebuah bola api membara yang sedemikian besarnya. Lidah-lidah api saling meletup dari bola mahadahsyat yang kian lama kian membesar itu. Bahkan Violin mampu merasakan tekanan panas yang luarbiasa membakar kulitnya dari bola api raksasa di atas Zulletri.
Zulletri berteriak kian keras hingga energi Iblisnya berkobar kian kuat. Hal itu memicu dengan kian besar dan membaranya bola api di atasnya berkali lipat. Kemeja hitam Zulletri bahkan berkelebat begitu cepat oleh tekanan dari bola api raksasa di atasnya kini. Dia kembali berteriak lebih keras lagi hingga bola api mahabesar di atasnya itu kembali mengembung dan kian raksasa dan dengan sebuah hentakan, bola api raksasa itu dihempas ke arah Violin.
“Mau bermain dengan diagram?”
Violin menatap tajam bola api mahabesar dan maha panas yang melesat deras ke arahnya. Di sudut matanya bahkan api yang sangat membara itu telah menutupi langit.
Violin berteriak dan menjulurkan tangan kanannya ke arah bola api raksasa itu hingga menciptakan sebuah lingkaran lebar bercahaya perak dengan lambang sebuah sayap. Diagram cahaya itu bersinar dengan terang dan berterjangan begitu deras dengan bola api raksasa dari Zulletri. Sesaat kedua wujud itu saling beradu, namun dengan seketika diagram cahaya dari Violin pecah berkeping. Violin yang terkejut segera terbang menjauh ke bawah menghindari terjangan bola api yang seolah menjadi wujud matahari di malam itu.
Violin kembali berpaling dan terhenti menatap bola Jahanam yang kian membuatnya terbakar itu. Dia kembali menjulurkan tangannya untuk menciptakan sebuah diagram cahaya yang kembali berterjangan dangan bola api yang sangat membara itu. Tak cukup lama berselang, diagram cahaya Violin kembali pecah berkeping, dan Violin kembali terbang menjauh ke bawah menghindari terjangan bola api.
Violin berkali-kali melakukan hal yang sama. Telah puluhan diagram cahaya yang dia ciptakan untuk menghentikan laju bola api yang nampak kian membara itu, namun seberapa kali dia terbang ke bawah dan menciptakan diagram cahaya, diagram cahaya itu selalu pecah dan hancur.
Violin terbang menjauh ke bawah saat dia gagal menghentikan bola api dengan diagram cahayanya. Kali ini dia terus terbang dengan panik menjauhi ancaman bola api di atasnya. Namun seketika sebuah harapan terbesit di benaknya.
“Hancurlah!” ucap Violin pelan sambil memutar tubuhnya di udara hingga cahaya mulai terpancar dari tubuhnya yang terus berputar. Sayapnya yang hanya satu itu melambai indah dalam putaran Violin yang semakin pelan. Kian pelan dan lebih pelan lagi sebelum terhenti menghadap bola api yang kian dekat. Sedetik kemudian muncul putaran cahaya yang segera berubah menjadi sebuah diagram cahaya yang begitu benderang di bawah kaki Violin. Violin memejamkan matanya dan dengan pelan dia menjulurkan tangan kanannya ke arah bola api. Seketika diagram cahaya di bawah kakinya berputar dan terbang melayang menembus tubuh Violin dan kini berada tepat di atasnya.
Violin membuka matanya dan seketika diagram cahaya di atasnya kian benderang dan dengan begitu cepat terbentang melebar hingga ratusan meter.
Dalam sekejap bola api mahabesar dan begitu membara itu berterjangan keras dengan digaram cahaya terakhir Violin hingga menciptakan sebuah bentangan getaran luar biasa yang juga bersambut dengan sebuah gelegar yang menggetarkan langit.
Violin kembali terbang begitu cepat ke bawah dan terhenti menatap diagram cahayanya yang terus membendung ancaman bola api yang selalu memberontak. Api saling menyeruak dari bola api itu mencoba menembus pertahanan perisai cahaya Violin.
“Musnahlah!” pekik Violin keras. Dan seketika itu ledakan dahsyat yang melibatkan cahaya dan api tercipta bersambut dengan gelegar mahadahsyat yang membahana ke penjuru langit. Api dan cahaya saling teraduk dalam ledakan itu dan saling terbentang menerangi angkasa malam itu hingga malam terasa begitu benderang oleh kuasa ledakan yang terus menggelegar tersebut.
Raga Violin terpelanting deras ke bawah oleh efek getaran dahsyat dari ledakan itu. Dengan tak terkendali dia meluncur ke bawah meninggalkan luapan api dan cahaya yang masih bergemuruh begitu keras di atasnya.
Sesaat di ujung mata Violin yang didominasi oleh lautan cahaya dan api yang begitu membara, dia mampu menangkap setitik warna hitam yang melesat ke arahnya. Titik itu kian besar hingga diketahui Violin sebagai sosok Zulletri yang terbang menujunya penuh amarah. Dalam sekejap Zulletri sampai di hadapan Violin dengan sebuah pukulan yang dia lancarkan. Violin dengan cakap menahan pukulan Zulletri dengan cengkeraman tangannya namun saat itulah diagram Iblis tercipta dari pukulan Zulletri hingga membuat Violin terpelanting deras ke bawah dengan tangan kanannya yang terselubung api hasil dari terjangannya dengan diagram Iblis Zulletri.
“Sial!” umpat Violin yang dengan deras terus terpelanting ke bawah. Dia mengibaskan tangannya yang terbakar api hingga api itu terhempas menjauh dari tangannya.
Zulletri kembali menjulurkan tangannya ke arah Violin, dan diagram Iblis kembali muncul beserta semburan apinya kepada Violin.
Violin membentangkan sayapnya hingga dia terhenti dan sedetik kemudian dia menjulurkan tangannya ke arah api yang saat itu terbelah dan saling bergulung di sekitar tubuhnya. Dia menghentakkan tangannya hingga api yang bergulung di sekitarnya terhempas menjauh.
“Kau ketakutan?” ucap Zulletri yang saat itu muncul di hadapan Violin dengan diagram Iblisnya yang kembali mengobarkan api kepada Violin. Namun dengan segera Violin mengibaskan tangannya hingga api itu terbelah dan luput membakar tubuhnya.
“Kurasa kaulah yang ketakutan, Zull!” balas Violin sambil menghempas dirinya ke samping Zulletri.
Zulletri spontan berpaling menatap Violin dengan diagram Iblisnya, namun dengan segera Violin kembali mengibaskan tangannya hingga diagram Iblis Zulletri pecah sebelum sempat mengobarkan apinya. Zulletri sesaat terkejut namun dia berhasil menangkis pukulan Violin yang dengan deras menerjangnya. Saat itulah diagram cahaya tercipta dari pukulan Violin hingga dengan deras Zulletri terhempas ke bawah dengan jeritannya.
“Inilah permainan diagram.”
Seketika itu dari diagram cahaya yang diciptakan Violin terpancar pilar cahaya yang dengan cepat meluncur kepada Zulletri yang terus terpelanting tak terkendali ke bawah. Zulletri yang melihatnya dengan segera terhenti dan menahan pancar cahaya yang terus terjulur dari Violin, namun dalam sekejap pilar cahaya itu meledak begitu dahsyat hingga tercipta gelegar keras yang menggemparkan malam itu. Zulletri kembali terpelanting ke bawah dan lebih tak terkendali dari sebelumnya meninggalkan cahaya sisa-sisa ledakan, dan saat itulah dengan sekejap Violin muncul tepat di atasnya.
“Terkejut?” tanya Violin sambil membentangkan kedua tangannya. “Belum saatnya kau terkejut, Zull.” Seketika diagram cahaya yang begitu lebar dan berpendar tercipta di hadapan Violin yang saat itu terbang menembusnya. Begitu keluar dari diagram cahaya, sosok Violin telah dipenuhi cahaya, dan dengan kecepatan bagai kilat dia melesat menerjang Zulletri.
Zulletri menjerit saat cakar Violin mencabik dadanya, namun saat itu pula raga Violin yang bagaikan kilat itu terus melesat dengan terjangan-terjangan terhadap Zulletri yang kian keras menjeritkan lukanya. Zulletri terus terhempas tak terkendali ke berbagai penjuru setiap kali tubuh Violin yang melesat bertubi bagai garis-garis cahaya itu menerjangnya. Hingga pada akhirnya Violin menghujam tubuh Zulletri ke bawah, dan membuat Zulletri terpelanting deras ke bawah menepis tekanan udara langit malam itu.
Raga Violin kembali muncul di hadapan Zulletri yang terus terpelanting, dan segera mencengkeram kaki kiri Zulletri. Violin mengibaskan tubuh Zulletri berulang kali dalam suatu putaran tubuhnya, dan akhirnya Violin menghempas dengan cepat tubuh Zulletri ke bawah. Dengan kecepatan cahaya Violin menyusul Zulletri yang terus terpelanting dan segera menghujamkan sebuah tendangan yang dengan telak menghujam perut Zulletri. Zulletri menjerit keras saat tendangan Violin mampu membuatnya dengan lebih deras terpelanting ke bawah.
“Kau Iblis paling menyedihkan, Zulletri!”
Dengan sekejap tubuh Violin muncul di atas Zulletri dan segera mencengkeram erat leher Iblis itu. Violin kembali memutar tubuhnya hingga Zulletri yang masih dicekik olehnya terombang-ambing dengan kencang, sebelum pada akhirnya Violin menghempas Zulletri ke bawah begitu cepat.
Tubuh Zulletri terpelanting dengan deras dan terus terjatuh dari angkasa sebelum dengan keras tubuhnya menerjang atap gedung yang saat itu meretak.
“Kurang ajar!” umpat Zulletri yang dengan tertatih berupaya berdiri, namun dia kembali tersungkur dengan rintihannya.
Violin muncul dari angkasa dan berdiri tegap di hadapan Zulletri yang masih berusaha berdiri dengan tertatih. Di hadapan Violin, tepat berselang dua gedung Dhian masih saja menangis. Mata Violin menatap ke arah Dhian selama beberapa saat, namun dia kembali menatap Zulletri yang kembali tersungkur tak berdaya di hadapannya.
“Terjatuhlah, Zull! Tetaplah merintih di hadapanku bila kau tak lagi mampu berdiri!” kata Violin datar.
Zulletri yang merintih pada atap gedung dan tepat di hadapan kaki Violin menatap penuh benci kepada Malaikat bersayap satu itu. Dia menatap tajam ke arah mata Violin yang justru setenang udara. Sebelum secara tiba-tiba mata Zulletri berubah derastis. Dari sebelumnya menatap benci ke arah Violin, kini membelalak lebar menyiratkan keterkejutannya.
Violin yang mampu menyadari akan hal apa yang membuat Zulletri terkejut pun ikut terkejut. Matanya terbuka begitu lebar saat merasakan angin kelam yang berhembus di balik punggungnya beriring dengan suara bisikan-bisikan mengerikannya. Dengan segera Violin berpaling dan saat itulah angin kelam berhembus kencang menerpa tubuhnya. Sayapnya melambai deras oleh terpaan udara yang semakin lama semakin kencang itu.
Mata Violin terpicing mencoba menatap menembus angin, namun saat secara tiba-tiba terdengar raungan mengerikan di hadapan tubuhnya, dengan segera dia melompat dan terbang menjauh meninggalkan gedung yang saat itu runtuh sebelah saat sebuah putaran dimensi bercahaya merah kehitaman muncul dan seketika membesar. Dalam sekejap putaran dimensi itu mewujud menjadi sebuah lubang antar dimensi yang berputar begitu cepat hingga muncul arus angin sangat kencang yang tersedot masuk ke dalam lubang Iblis tersebut. Zulletri yang masih meringkuk di sisi atap yang luput dari hancur hanya dapat menatap penuh tanya kepada lubang dimensi yang berputar tiada henti itu.
“Sial!” Violin yang masih melayang di udara berupaya keras melawan arus yang mencoba menariknya ke dalam lubang merah kehitaman itu. “Lubang Jahanam.”
Seketika itu terdengar raungan keras yang mengerikan dari lubang Jahanam itu, beriring dengan munculnya pudaran-pudaran kabut hitam dari lubang itu dan berterbangan ke arah Violin yang melayang di udara. Seketika pudaran-pudaran hitam saling menyatu dan mewujud menjadi sosok menyerupai kerangka manusia busuk tanpa kerangka kaki, dan tubuhnya terselimuti kain hitam compang-camping. Iblis itu menjerit keras dan menjulurkan kedua tangannya yang panjang kepada Violin yang saat itu berpaling menghindar. Dan saat itulah Violin baru menyadari bahwa Iblis itu tidak mengincarnya, melainkan mengincar gadis yang masih menangis di atap gedung.
“Dhian!”
Violin segera terbang menyusul Iblis yang kian dekat dengan Dhian, dan sesaat sebelum Iblis itu menyentuh Dhian, sosok Violin muncul di hadapan Dhian dan mencekik leher Iblis busuk itu.
“Takkan kubiarkan kau menyentuh gadis suci ini.” Violin kian mengeratkan cekikannya hingga Iblis itu meraung-raung mencoba meloloskan diri. Di belakang Violin, Dhian menghentikan tangisnya dan terkejut menatap punggung Violin.
“Violin!”
“Tetaplah di belakangku!... yang kali ini akan merepotkan!” pinta Violin sambil menghempas menjauh sosok Iblis yang saat itu terkikis.
Saat itulah mampu ditatap Violin puluhan pudaran hitam yang saling bermunculan dari lubang Jahanam dan mewujud menjadi puluhan Iblis kerangka busuk yang berterbangan ke arah Violin dan Dhian dengan raungan-raungan mereka.
“Kurang ajar.” Umpat Violin sambil berpaling ke arah samurainya yang tertikam di belakangnya. Violin menjulurkan tangan kanannya ke arah samurai yang saat itu sirna dan muncul di genggaman tangan Violin.
Salah satu dari Iblis busuk itu meraung keras di hadapan Violin, namun Violin segera berpaling menatap Iblis itu dan menebasnya hingga melebur sirna. Violin melangkah mundur dengan menyeret tangan Dhian saat puluhan Iblis lain saling berdatangan menyerbu mereka. Saat itulah Dhian menjerit ketakutan dengan munculnya sesosok Iblis di sebelahnya, namun dengan segera Violin memeluk tubuh Dhian sambil menebas Iblis itu hingga melebur. Seketika itu puluhan Iblis lain saling berhamburan menyerbu Violin yang masih memeluk Dhian dengan erat.
“Aku akan melindungimu. Akan terus hingga akhir, Dhian.” Ucap Violin melepas pelukannya dan menghujam setiap Iblis yang datang mendekatinya. Setiap tebasannya dengan akurat menerjang para Iblis hingga meleburkan Iblis-Iblis yang dihujamnya.
Violin mencengkeram salah satu Iblis yang hendak menggapai Dhian dengan tangan kirinya, kemudian Violin membanting Iblis itu dan menikamnya hingga hancur melebur. Saat itulah beberapa Iblis mendekatinya dari atas, dan Violin segera mengibaskan samurainya ke atas hingga menebas serta meleburkan Iblis-Iblis itu. Namun kian lama, Iblis itu bermunculan kian banyak, hingga tebasan-tebasan Violin yang semula akurat kini mulai membabibuta. Violin mengibaskan samurainya hingga cahaya terbentang dan menerjang sosok-sosok Iblis di depannya. Dia segera berpaling ke belakang di mana beberapa Iblis berupaya menangkap Dhian.
“Merunduk!” pinta Violin kepada Dhian.
Dhian menurut, dan Violin segera menikam keras Iblis terdepan hingga membentangkan sebuah getaran dahsyat yang menghempas hancur sosok-sosok Iblis di belakang Iblis yang ditikam Violin. Violin mencabut tikamannya dan menebas hancur Iblis itu, kemudian Violin berpaling ke kanan dan dia mendapati sosok Iblis yang meraung dengan keras. Dia menebasnya, namun sebelum samurainya menebas Iblis itu, si Iblis melebur menjadi pudaran-pudaran hitam yang segera menerjang tubuh Violin. Violin menjerit keras saat wujud pudaran hitam itu menerjangnya, rasanya bagaikan disayat-sayat belati tajam tanpa bekas luka yang tertingal. Violin terjatuh merunduk, dan seketika itu puluhan Iblis lain di sekitarnya saling melebur menjadi pudaran-pudaran hitam dan berterbangan secara bertubi menerjang tubuh Violin dengan sadis. Violin merintih keras saat puluhan kabut hitam itu secara bertubi menerjang tubuhnya, dan dia berusaha berdiri dengan menahan ribuan terjangan itu, namun dia justru justru jatuh tersungkur oleh terjangan Iblis yang belum berakhir.
“Violin!” panggil Dhian khawatir. Namun saat itu sesosok Iblis mewujud di hadapan Dhian dan berusaha menerkamnya.
“Takkan kubiarkan!”
Menahan segala rasa pedih yang menghujam setiap senti dari tubuhnya, Violin bangkit dengan sebuah hentakkan, hingga cahaya semu terbentang dari tubuhnya dan menghempas setiap Iblis di sekitarnya.
Dalam sekejap cahaya Violin sirna, dan puluhan Iblis yang terhempas ke segala arah saling berterbangan kembali ke arahnya. Setiap Iblis itu saling melebur menjadi kabut-kabut hitam dan berusaha menerjang Violin, namun kali ini Violin dengan akurat menebas setiap wujud pudaran-pudaran hitam yang mencoba menerjangnya. Wujud-wujud pudaran hitam yang terhempas itu kembali mewujud menjadi Iblis-Iblis dan saling berterbangan ke arah Violin. Violin sudah berniat menebas wujud-wujud Iblis yang kian dekat itu, saat secara tiba-tiba dari dalam lubang Jahanam terjulur tangan hitam panjang bercakar tajam dan terselimuti api ke arah Dhian yang ada di sebelah Violin. Violin yang menyadarinya segera menebas sosok Iblis yang ada di hadapannya, dan segera beranjak ke hadapan Dhian yang menjerit ketakutan. Namun laju tangan itu gagal menyentuh Dhian. Violin telah menahan tangan panjang yang berselimut api itu, bukan dengan samurainya melainkan Violin membiarkan dada kanannya yang menahan cakar-cakar tajam dan berapi dari tangan Setan itu.
“Kau… baik?” tanya Violin dengan menahan sakitnya sambil memalingkan kepalanya ke arah Dhian yang terkejut setengah mati. Darah mulai dengan deras bercucuran dari celah tikaman cakar panas yang masih bersarang di dadanya. “Akkhh…” rintih Violin yang kini lekat menatap ke arah pangkal tangan mengerikan itu. Tak ada siapapun, atau apapun selain lubang Jahanam.
Saat itulah sesosok Iblis meraung dan berusaha menerjang Violin, dan hal itu memaksa Violin menahan rasa sakitnya, kemudian menebas tangan yang menghujam dadanya. Tangan itu melebur lenyap menjadi kobaran-kobaran api, dan Violin segera menikam dada Iblis yang mencoba menerjangnya hingga Iblis itu terkikis dan melebur. Hal itu memicu para Iblis lain untuk saling menerjang Violin, namun dengan sigap dan akurat Violin menebas setiap Iblis yang berusaha menerjangnya.
Tangan mengerikan berselimut api itu kembali terjulur dari lubang Jahanam dan tertuju tepat kepada Violin yang masih direpotkan oleh para Iblis. Dalam sedetik cakar dari tangan Setan itu telah mencengkeram dada kiri Violin begitu erat. Seketika semua serangan Violin terhenti untuk menjeritkan sakitnya akibat hujaman tangan berselimut api yang begitu panjang itu. Darah dari tubuh Violin kembali mengucur dengan deras, dan Violin yang merintih kesakitan segera terjatuh berlutut membiarkan cakar dari tangan Setan itu kian sadis mengoyak dadanya.
“Kurang ajar!” umpat Violin penuh amarah dan menyayat tangan panjang penuh api itu dengan samurainya, hingga tangan itu tersayat-sayat dan saling terbelah menyusuri tangan itu menuju pangkalnya. Violin yang terbebas dari cengkeraman itu segera menebas beberapa Iblis yang saling berterbangan ke arahnya.
“Berlindunglah tepat di balik punggungku, Dhian!... ini akan sangat menge—”
Ucapan Violin terpotong saat tangan Setan itu kembali terjulur dan mencengkeram pundak kirinya, diikuti dengan terjulurnya tangan berapi lain yang mencengkeram pundak kanannya. Violin menjerit keras namun tangan Setan lain kembali terjulur dan mencengkeram kaki kanannya. Jeritan Violin kian keras saat ketiga tangan Setan yang begitu panjang itu saling mengoyak daging dalam tubuhnya. Tak sampai di sana, seketika empat tangan Setan kembali terjulur dari dalam lubang Jahanam dan mencengkeram tangan kanan, tangan kiri, kaki kiri, dan terakhir dengan telak menghujam perut Violin. Darah seketika mengucur deras dari setiap cengkeraman tangan Setan itu. Bahkan Violin yang terus merintih pun memuntahkan darahnya. Di sekitarnya, para Iblis saling meraung-raung mengitarinya dan saling berterbangan menghujam raga Violin dalam wujud pudaran-pudaran hitam mereka tiada henti untuk kian menyiksa Malaikat itu. Saat itulah sebuah tangan Setan kembali terjulur dan mencengkeram leher Violin. “Akhhh….”
Violin tertahan lemas oleh tangan-tangan berapi yang mencengkeram sekujur tubuhnya. Dia tak lagi sanggup menjerit karena cekikan di lehernya yang semakin erat. Di belakangnya, tepat di balik punggungnya, Dhian menutup rapat-rapat kedua matanya. Airmatanya mengalir deras dan enggan menatap betapa Malaikat di depannya ini tersiksa.
“Ku-kurang…. Ajar…” umpat Violin dengan terbata dan dibebani oleh pedih yang menyayat-nyayat. Matanya menatap tajam ke arah lubang Jahanam yang terus berputar tiada henti. “L-Lou… Loukazt!” ucap Violin dan menundukkan kepalanya saat sebuah tangan Setan kembali muncul dan mencengkeram kepalanya.
Di sana, di antara bayang-bayang yang menempati rongga lubang Jahanam, sesosok berjubah hitam bertudung dan bertopeng perak berdiri dengan menjulurkan tangan kanannya ke arah Violin. Dialah Loukazt. Yang memiliki tangan-tangan Setan yang kini menyiksa Violin. Dialah Loukazt, salah satu tangan kanan Zheroich dulu. Dialah Loukazt, yang kini melangkah menembus lubang Jahanam dan terhenti di hadapan Zulletri yang masih meringkuk tak berdaya.
“Loukazt!” panggil Zulletri yang mencoba berdiri.
Loukazt menjulurkan lengan kirinya dan membantu Zulletri untuk berdiri. Tangan kanannya masih terjulur mengendalikan tangan-tangan Setannya.
“Kau berhasil, Firelia milik kita.” Ucap Loukazt. Seketika sebuah tangan Setan terjulur cepat dari dalam lubang Jahanam dan meraih raga Dhian yang ada di balik punggung Violin. Dhian yang terkejut segera membuka matanya dan menjerit ketakutan saat dia terseret cepat ke arah Loukazt.
“Dhian!” Violin berusaha memaksakan dirinya untuk mengejar Dhian, namun tangan-tangan Loukazt lebih berkuasa terhadap dirinya hingga Violin hanya mampu menjerit kesakitan bercampur kekesalannya.
Tubuh Dhian terjatuh di hadapan Loukazt dan sesaat Dhian menangis di hadapan para Iblis. Entah apa yang kini dia tangiskan, Adin yang terbunuh, Violin yang tersiksa, atau dirinya yang begitu tak berdaya. Dia meringkuk penuh derai airmata di hadapan kaki Sang Iblis.
“Mari pulang, Firelia!” ucap Loukazt sambil mengibaskan tangan kanannya hingga sebuah getaran dahsyat tercipta dan menerjang Violin yang langsung menjerit keras. Setiap tubuhnya kini tersayat-sayat oleh belati-belati tak terlihat, dan para Iblis semakin sadis menerjangkan tubuh mereka untuk menyiksa Malaikat penuh darah itu.
“Kuharap kau tidak mati, Violin!” ucap Loukazt sambil berpaling dan melangkah menuju lubang Neraka. Mengikutinya adalah Zulletri yang membawa tubuh Dhian.
Saat itulah lubang Jahanam kian membara dan terbakar oleh kobaran api yang luar biasa besar, dan pada akhirnya meledak begitu dahsyat. Api saling menyeruak ke berbagai penjuru, dan getaran dahsyat yang tercipta mampu meruntuhkan gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Mampu menghempas pula tubuh Violin yang penuh luka begitu deras ke atas.
Tubuh Violin terhempas tak terkendali ke angkasa dan melambung ke arah kota yang penuh oleh gemerlap cahaya. Raganya terpelanting tak terkendali dari angkasa dan terjatuh tepat menuju jalan raya, dan dengan telak tubuh Violin menerjang sebuah truk besar yang seketika itu hancur dan terjungkal memotong jalan hingga menabrak hancur sebuah pos polisi yang kosong di tepi jalan. Tak membutuhkan waktu lama hingga api terpercik dan menimbulkan sebuah ledakan dahsyat yang menggelegar ke penjuru malam.

1 komentar: