Selasa, 12 Januari 2021

Rekomendasi Gibran Soal Goodie Bag adalah Bukti Bahwa Dia Memang Layak Menjadi Walikota Solo

Pak Jokowi pasti tambah susah tidur akhir-akhir ini. Setiap rebahan dan mencoba memejamkan mata, bayangan permasalahan di Indonesia membuat blio overthinking. Lirik lagu Baskara Putra yang berjudul Secukupnya lantas seolah menertawakan Pak Jokowi, terutama pada bagian, “Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang?” Hash, mumet pasti blio mikirin menteri-menterinya ditangkepi KPK. Kabar gembira kemenangan sang Putra Mahkota di Piwalkot Solo juga langsung buyar ketika berita negatif tentang Gibran muncul di mana-mana. Gibran konon terlibat kasus korupsi penyediaan bansos karena merekomendasikan perusahaan Sritex sebagai pemroduksi goodie bag. Asli, Pak Jokowi pasti semakin ngelu, mobat-mabit, dan menyalahkan diri sendiri sehingga suara merdu Kunto Aji yang berbisik di telinga Pak Jokowi
dengan kalimat, “Tenangkan hati, semua ini bukan salahmu,” nggak ngefek sama sekali. Tapi bener, Pak Jokowi. Tenangkan hati dulu. Asli, yang salah bukan dirimu atau diri Gibran. Masyakarat Indonesia saja yang belum bisa menerima fakta bahwa di balik tindakan Gibran, tersirat kemuliaan yang luar biasa. Nah, bagi kalian yang menghujat dan memojokkan Gibran terkait kasus goodie bag, sini maju satu satu. Ealah, Gibran merekomendasikan Sritex sebagai pemroduksi goodie bag buat bansos kok banyak yang geger. Di mana salahnya? Sebagai orang Solo, sudah sepantasnya Gibran merekomendasikan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang pabriknya ada di Sukoharjo itu. Iya, sekarang pabriknya memang di Sukoharjo, tetapi cikal bakal Sritex adalah di Solo, lebih tepatnya di Pasar Klewer Solo itu. Sebagai perusahaan yang berasal dari Solo, sudah semestinya Gibran sang calon Walikota Solo harus mendukung perusahaan itu, dong. Itu kan bentuk kepedulian dari Gibran itu sendiri. Memang rencana awalnya yang memproduksi goodie bag itu dari kalangan UMKM, tapi mana bisa UMKM yang belum teruji kinerjanya itu memproduksi goodie bag secara masal? Bagi Gibran, buat bansos jangan main-main dong. Isinya boleh lah hanya mie Sakura, minyak goreng, sarden kaleng, atau roma Waffelo yang krimnya lumer bisa digeser itu, tapi untuk pembungkusnya harus kualitas wahid dong. Gibran sangat peduli dengan para penerima bansos. Sembakonya bisa saja habis dalam dua atau tiga minggu, tetapi goodie bag berkualitas pabrikan Sritex kan bisa difungsikan untuk keperluan lain. Misalnya dipake buat nampung belanjaan di Alfamart sebagai pengganti tas kresek, dipake buat naroh botol minum, atau dibawa nongkrong ke kedai kopi juga wangun-wangun saja. Kalo kemudian dibilang mana mungkin penerima bansos hobi nongkrong di kedai kopi, wehhhh jangan salah, wong banyak penerima bansos itu justru yang rumahnya kinclong-kinclong, punya mobil, motornya Ninja, ponselnya Iphone, dan sekeluarga hobinya main ke mall kok. Hah, goodie bag buatan UMKM mana bisa difungsikan buat semua itu. Ya nggak, Mas Gibran? Makanya, saya nggak mau ikut-ikutan menyudutkan Mas Gibran, apalagi sampai nyebut blio dengan istilah ‘anak Pak Lurah’ juga. Nggak tega saya, wong niat blio sungguh mulia. Gibran peduli dengan perusahaan tekstil terbesar dengan melibatkannya pada aksi membantu masyarakat negeri ini. Urusan Gibran dapat sesuatu dari si perusahaan menurut saya ya sah-sah saja. Blio mau dapat sekian persen dari duit yang masuk ke Sritex juga nggak masalah. Justru bagus dong, kan sudah membantu berbuat kebaikan, eh dapet persenan juga. Yah ibarat pepatah, Sambil Menyelam Dapat Amplop. Hebat, hebat. Selain berakhlak mulia, Gibran ternyata masih memiliki jiwa bisnis yang menggelora semenjak banyak gerai Markobar yang kukutan itu. Dulu saya ingat betul ada satu gerai Markobar di sebelah Indomaret Point dekat UNY, dan sekarang nggak pernah keliatan lagi. Makanya, salut buat Mas Gibran yang sekalipun pernah mengalami kegagalan bisnis, blio masih getol pengin mobat-mabit di dunia perbisnisan. Kemobat-mabitan di dunia bisnis ini, saya rasa bakal berlanjut setelah blio nanti naik tahta menjadi Presiden di tahun 2024 Walikota Solo. Ya gimana nggak makin mobat-mabit, wong sebelum jadi Walikota saja blio sudah berhasil membantu Sritex dapet proyek, gimana nanti kalo udah jadi Walikota? Walah, apa-apa bakal larinya ke Sritex. Masker pejabat kudu diproduksi Sritex. Pakaian dinas, diproduksi Sritex. Taplak meja, gorden, seprei, keset, celana dalam, kaos partai, popok bayi, semuanya diproduksi Sritex. Hah, UMKM mana bisa menyediakan semua itu. Ya iya lah, wong sudah ada perusahaan tekstil paling mbois dan bisa diajak bagi-bagi persenan bekerja sama, ngapain minta UMKM. Bikin ribet saja malah nanti. Makanya, bagi saya orang-orang yang menyudutkan Gibran adalah mereka yang mikirnya terlalu sempit. Hanya memandang segala sesuatu dengan negatif dan satu sisi. Hanya bisa menyalahkan orang-orang berniat baik saja. Kalian pasti tipe orang yang kudu buka Google Translate buat jawab pertanyaan simpel, ‘berapakah hasil dari Rp10.000 dikali 23.708 Juta’ kan? Iya, nggak nyambung, alias gagal berlogika. Mbok optimis dan memuja Gibran seperti saya ini. Blio pernah ngomong nggak mau terjun ke politik dan malah nyalon Walikota Solo, saya nggak berburuk sangka. Saya langsung mikir bahwa Gibran tergugah untuk ikut membangun Solo. Ya mencla-mencle dikit nggak apa-apa, kan? Wong mengikuti bapak demi kebaikan bersama. Justru dari kasus ini saya semakin yakin kalau Gibran memang layak menjadi Walikota Solo. Urusan bisnis blio jago. Lobi melobi blio jago. Mencla-mencle Manuver pikiran sangat jago. Weeeh jangan salah, kadang manuver pikiran itu perlu bagi pemimpin, biar bisa membaca situasi dan menyesuaikan diri. Misal persenan dari Sritex kurang gede, ya tinggal nyari pabrik tekstil lain kan ya. Hah, orang-orang yang cuma bisa baca berita sambil nyinyir mana bisa ngerti?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar